Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Katadata dan GoodStats, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia turun dari 57,3 juta orang (21,45%) pada 2019 menjadi 47,85 juta orang (17,13%) pada 2024. Penurunan ini disebabkan oleh kombinasi faktor seperti pandemi COVID-19, kenaikan inflasi, dan kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya menyentuh daya beli masyarakat menengah.
📊 Fakta Cepat – Kelas Menengah Indonesia 2024
-
Jumlah: 47,85 juta orang (17,13% penduduk)
-
Turun dari 57,3 juta orang (2019)
-
Penyebab utama: Pandemi, inflasi, biaya hidup meningkat
-
Dampak: Daya beli menurun, konsumsi bergeser ke produk value
Kelas Menengah: Penggerak Utama Ekonomi yang Mulai Melemah
Selama satu dekade terakhir, kelas menengah menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mereka berkontribusi besar terhadap 60–70% konsumsi domestik, mendorong sektor ritel, jasa, properti, hingga pariwisata. Namun, tren terbaru menunjukkan perubahan signifikan.
Berdasarkan laporan BPS (2024), jumlah kelas menengah turun hampir 10 juta orang dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, terdapat sekitar 57,3 juta penduduk kelas menengah atau 21,45% dari total populasi. Namun pada 2024, angkanya menyusut menjadi 47,85 juta orang atau hanya 17,13%.
Turunnya jumlah ini bukan sekadar fenomena statistik, tetapi cerminan pergeseran perilaku ekonomi dan daya beli rumah tangga Indonesia. Banyak keluarga yang dulunya mampu berbelanja di ritel modern atau berlibur secara rutin kini menahan pengeluaran untuk kebutuhan pokok saja.
Mengapa Jumlah Kelas Menengah Menurun?
1. Dampak Panjang Pandemi COVID-19
Pandemi menjadi titik balik yang drastis. Banyak pekerja di sektor informal dan UMKM kehilangan pendapatan. Sebagian berpindah profesi, sebagian lainnya turun kelas ekonomi. Meskipun aktivitas ekonomi kini sudah pulih, tingkat pendapatan rumah tangga belum kembali ke level pra-pandemi.
2. Inflasi dan Kenaikan Biaya Hidup
Sepanjang 2023–2024, Indonesia menghadapi kenaikan harga pangan dan energi yang signifikan. Inflasi inti memang terkendali di bawah 3%, tetapi inflasi pangan sempat menyentuh 7–8% di beberapa bulan. Akibatnya, daya beli masyarakat tertekan, terutama bagi kelompok pengeluaran menengah.
Kenaikan biaya sewa, pendidikan, dan transportasi juga menambah beban pengeluaran keluarga menengah urban yang sebelumnya memiliki ruang konsumsi lebih luas.
3. Kebijakan Ekonomi dan Pajak
Beberapa kebijakan fiskal seperti penyesuaian tarif PPN, restrukturisasi subsidi energi, dan kenaikan iuran sosial ekonomi berkontribusi terhadap beban tambahan bagi kelas menengah. Meskipun kebijakan ini penting untuk menjaga stabilitas fiskal negara, dampak jangka pendeknya terasa pada konsumsi domestik.
Implikasi Ekonomi: Konsumsi Melambat, Pasar Bergeser
Kelas menengah selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan produk konsumsi dan ritel. Saat daya beli mereka melemah, perusahaan menghadapi pergeseran perilaku belanja.
Survei Euromonitor (2024) menunjukkan bahwa konsumen middle-down kini lebih memilih:
-
Produk dengan value for money tinggi,
-
Private label brand dari ritel modern, dan
-
Platform digital dengan diskon dan cashback.
Bagi pelaku bisnis, ini berarti strategi segmentasi konsumen perlu disesuaikan. Brand yang mampu menawarkan nilai ekonomis tanpa kehilangan kualitas akan tetap bertahan di tengah tekanan daya beli.
Peran Riset Pasar dalam Membaca Pergeseran Ini
Penurunan kelas menengah bukan hanya isu ekonomi makro, tetapi juga peluang riset mikro.
Bagi lembaga seperti Sigma Research, tren ini menunjukkan perlunya pendekatan riset yang lebih adaptif dan berbasis data perilaku konsumen real-time.
Beberapa langkah riset yang relevan antara lain:
-
Segmentasi ulang konsumen berdasarkan tekanan ekonomi dan preferensi digital,
-
Tracking brand health dan loyalitas di segmen menengah bawah, dan
-
Konsep testing produk baru yang sesuai dengan kebutuhan efisiensi konsumen.
Dengan analisis berbasis data tersebut, pelaku bisnis dapat merumuskan strategi yang lebih presisi dan menjaga koneksi emosional dengan pelanggan mereka.
Harapan dan Outlook ke Depan
Meskipun jumlah kelas menengah menurun, Indonesia masih memiliki potensi pemulihan yang kuat. Pemerintah menargetkan peningkatan kesejahteraan melalui:
-
Subsidi energi terarah,
-
Dukungan UMKM dan ekonomi digital, serta
-
Kebijakan upah minimum adaptif.
Jika inflasi terkendali dan pertumbuhan ekonomi stabil di kisaran 5–5,5%, pemulihan kelas menengah bisa terjadi dalam dua hingga tiga tahun ke depan.
Kelas menengah bukan sekadar kelompok ekonomi—mereka adalah indikator stabilitas sosial dan motor pertumbuhan nasional. Menjaga keberlanjutan daya beli mereka berarti menjaga arah pertumbuhan Indonesia menuju negara berpendapatan tinggi.
Jadikan Riset & Data Real-Time Acuan Strategi Awal
Dalam membentuk sebuah rencana atau strategi bisnis dan marketing, pebisnis dan pelaku usaha harus berpegang terhadap sesuatu yang berbasis data. Data yang dibutuhkan adalah yang real-time atau yang sesuai dengan market juga konsumen saat ini. Dalam perkembangan zaman, banyaknya perubahan yang mungkin juga memaksa strategis bisnis harus berubah, bahkan secara drastis. Diskusikan kelanjutan strategi bisnis Anda dengan tim ahli Sigma Research Indonesia, hubungi Admin SRI untuk terhubung melalui Whatsapp Bisnis +6281190033586 atau email info@sigmaresearch.co.id



