Industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG) di Indonesia dikenal sangat dinamis, dengan persaingan ketat antar brand lokal maupun global. Siklus pembelian yang cepat, harga yang kompetitif, serta hasil riset tren konsumen yang berubah membuat brand perlu terus memahami posisi mereka di pasar. Salah satu metode yang efektif untuk tujuan ini adalah AAU Study (Awareness, Attitude, Usage).
Studi AAU membantu brand FMCG mengukur seberapa besar tingkat pengenalan konsumen terhadap produk (awareness), bagaimana persepsi mereka (attitude), serta sejauh mana produk digunakan dalam kehidupan sehari-hari (usage). Studi ini membantu brand FMCG meneliti atau riset akan kebutuhan konsumen di Indonesia.
1. Awareness: Apakah Brand Anda Melekat di Benak Konsumen?
Dalam kategori FMCG, top of mind awareness sering menjadi indikator kekuatan brand. Jika ketika ditanya tentang sebuah kategori, konsumen langsung menyebut brand Anda tanpa bantuan, itu artinya brand berhasil menancapkan ingatan kuat.
Di Indonesia, faktor yang memengaruhi awareness antara lain:
-
Iklan TV dan digital yang masif.
-
Kehadiran di toko modern dan tradisional.
-
Kampanye promosi seperti bundling dan diskon.
Contoh: Sebuah brand mi instan memiliki awareness hampir 100% karena distribusi luas dan kampanye ikonik. Namun, awareness saja tidak cukup jika tidak diikuti sikap positif, baik dari sisi produknya maupun brand representative (Brand Ambassador).
2. Attitude: Persepsi Konsumen Menentukan Loyalitas
Konsumen FMCG tidak hanya mempertimbangkan harga, tetapi juga faktor emosional dan nilai tambah. Studi riset konsumen dari Quirk’s Media menekankan bahwa attitude positif—misalnya persepsi kualitas, kepercayaan, atau nilai lokal—dapat menjadi pembeda di pasar dengan produk homogen, ini juga berlaku di brand FMCG Indonesia.
Beberapa faktor yang membentuk attitude konsumen FMCG di Indonesia:
-
Label halal dan sertifikasi kualitas.
-
Persepsi harga vs nilai yang diberikan.
-
Faktor sustainability (kemasan ramah lingkungan, CSR).
-
Asosiasi emosional dengan momen tertentu (misalnya produk minuman saat berbuka puasa).
3. Usage: Dari Kesadaran ke Perilaku Nyata
Penggunaan produk FMCG biasanya bersifat rutin, tetapi frekuensinya bisa berbeda antar segmen. Misalnya:
-
Produk minuman siap saji mungkin sering dikonsumsi oleh remaja, tetapi jarang oleh segmen usia dewasa.
-
Produk perawatan tubuh tertentu bisa tinggi usage di perkotaan, namun rendah di daerah rural karena akses distribusi.
AAU Study memetakan perilaku ini, sehingga brand tahu segmen mana yang perlu difokuskan untuk meningkatkan penetrasi.
4. Studi Kasus (Fiktif)
Sebuah brand minuman lokal melakukan AAU Study dengan hasil:
-
Awareness: 75% responden mengenal brand.
-
Attitude positif: 55% menilai produk berkualitas dan segar.
-
Usage: hanya 25% yang rutin membeli.
Gap ini menunjukkan konsumen mengenal dan menyukai brand, tetapi belum menjadikannya pilihan utama. Rekomendasi strategi: memperluas distribusi di minimarket, menambah varian rasa, dan kampanye promosi harga.
5. Visualisasi Data
AAU Study pada FMCG umumnya divisualisasikan dengan:
-
Funnel chart → dari awareness → attitude → usage.
-
Brand map → memposisikan brand berdasarkan persepsi “harga” vs “kualitas”.
Visualisasi ini membantu manajemen membuat keputusan berbasis data, bukan sekadar asumsi.
“AAU surveys help consumer goods companies identify gaps between brand recognition and actual purchase behavior.” – Quirk’s Media
Dalam industri FMCG yang bergerak cepat, AAU Study adalah alat yang relevan untuk memahami konsumen secara mendalam. Hasil riset ini memberi gambaran menyeluruh tentang bagaimana konsumen mengenal, menilai, dan menggunakan produk—serta langkah apa yang harus diambil untuk meningkatkan penetrasi pasar.
Sigma Research berpengalaman mendukung berbagai brand FMCG di Indonesia melalui riset AAU yang komprehensif, mulai dari desain studi, pengumpulan data, hingga analisis mendalam.
👉 Hubungi Sigma Research dan temukan bagaimana AAU Study dapat membantu brand Anda unggul dalam kompetisi FMCG di Indonesia.
