Dalam dunia bisnis, feasibility study atau studi kelayakan adalah langkah penting sebelum meluncurkan produk, layanan, atau ekspansi usaha. Tujuannya untuk memastikan bahwa rencana bisnis layak dijalankan dari segi pasar, operasional, keuangan, dan teknis.
Salah satu metode yang dapat memperkuat hasil studi kelayakan adalah Grounded Theory. Metode ini berasal dari pendekatan riset kualitatif yang dikembangkan oleh Barney Glaser dan Anselm Strauss. Dalam konteks jasa riset pasar, Grounded Theory memungkinkan peneliti membangun teori langsung dari data lapangan, bukan hanya dari asumsi awal.
Apa Itu Grounded Theory?
Grounded Theory adalah metode riset yang mengandalkan pengumpulan data secara sistematis dan analisis berulang untuk menemukan pola, tema, dan hubungan di dalam data. Menurut Creswell (2013), pendekatan ini ideal digunakan ketika peneliti ingin mengembangkan teori baru yang relevan dengan konteks penelitian.
Dalam market research, Grounded Theory sangat efektif untuk memahami perilaku konsumen, tren baru, dan faktor pendorong keputusan pembelian.
Mengapa Grounded Theory Cocok untuk Feasibility Study?
Pada studi kelayakan, tujuan utama adalah menentukan apakah suatu ide bisnis memiliki peluang sukses. Grounded Theory membantu mengungkap faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan tersebut secara lebih mendalam.
- Mengungkap Kebutuhan Pasar: Data lapangan dapat mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi oleh kompetitor.
- Menemukan Insight Baru: Analisis kualitatif memberikan sudut pandang berbeda dari survei kuantitatif biasa.
- Membantu Perencanaan Strategi: Teori yang dibangun dari data nyata lebih mudah diaplikasikan dalam strategi pemasaran dan operasional.
Langkah Menerapkan Grounded Theory dalam Feasibility Study
- Pengumpulan Data Lapangan: Lakukan survey online, wawancara mendalam, dan observasi langsung di target pasar.
- Koding Data: Kategorikan data menjadi tema-tema utama yang muncul secara berulang.
- Analisis Pola: Identifikasi hubungan antar tema untuk membangun kerangka teori.
- Penyusunan Teori: Hasil analisis digunakan sebagai dasar rekomendasi dalam studi kelayakan.
Contoh Penerapan di Indonesia
Sebuah perusahaan riset pasar di Indonesia ingin menilai kelayakan membuka jaringan kafe di kota-kota menengah. Dengan Grounded Theory, tim riset melakukan wawancara pada calon konsumen untuk memahami kebiasaan ngopi, preferensi rasa, dan lokasi favorit. Data ini lalu diolah menjadi model perilaku konsumen yang memandu strategi lokasi dan menu.
FAQ seputar Feasibility Study dan Grounded Theory
Apa perbedaan feasibility study dan business plan?
Feasibility study memeriksa kelayakan ide bisnis sebelum dijalankan, sedangkan business plan adalah rencana detail untuk menjalankan ide tersebut.
Mengapa metode Grounded Theory penting untuk studi kelayakan?
Karena Grounded Theory membangun teori dari data nyata, hasil analisisnya lebih relevan dengan kondisi pasar.
Apakah Grounded Theory bisa digabung dengan riset kuantitatif?
Bisa. Kombinasi ini sering digunakan oleh market research agency untuk memberikan insight yang lengkap.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk studi kelayakan dengan metode ini?
Lama waktu tergantung kompleksitas pasar dan jumlah data yang dikumpulkan. Rata-rata antara 4 hingga 8 minggu.
Mengintegrasikan Grounded Theory dalam feasibility study membantu bisnis membuat keputusan berbasis data nyata. Dengan pendekatan ini, risiko kegagalan dapat ditekan dan peluang keberhasilan meningkat.
Untuk meningkatkan risiko keberhasilan, diskusikan terlebih dahulu rencana riset Anda dengan Sigma Research dan para Expert kami di bidangnya. Hubungi Admin SRI untuk memulai diskusi via WA di +6281190033586 atau submit di halaman “Contact Us“.