Akuisisi besar kembali terjadi di sektor digital Indonesia. Pada Juni 2025 Tiktok akuisisi Tokopedia, TikTok Nusantara (SG) Pte. Ltd. resmi mengambil alih 75,01% saham Tokopedia. Langkah ini menandai masuknya pemain global ke jantung ekosistem e-commerce nasional. Namun, di balik peluang yang terbuka, muncul pula kekhawatiran soal risiko monopoli, dominasi algoritma, hingga dampak pada UMKM dan tenaga kerja lokal.
Desakan agar pemerintah memperketat regulasi pun langsung menguat. Anggota Komisi VII DPR RI, Kaisar Abu Hanifah, menilai aturan saat ini belum cukup kuat untuk menghadapi integrasi antara social commerce dan marketplace. Ia mengingatkan bahwa tanpa pengawasan yang memadai, pelaku lokal bisa semakin terpinggirkan.
Regulasi Masih Harus Mengejar
Indonesia sebenarnya sudah memiliki payung hukum, antara lain Permendag No. 31 Tahun 2023 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) serta UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kedua regulasi ini mengatur batasan aktivitas e-commerce, termasuk pemisahan fungsi promosi dan transaksi.
Namun, dalam kasus TikTok–Tokopedia, regulasi tersebut dinilai masih memiliki celah. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahkan hanya memberikan persetujuan bersyarat. Dalam pernyataannya, KPPU menetapkan lima syarat ketat: larangan predatory pricing, keterbukaan tarif, kebebasan promosi, serta laporan berkala hingga tahun 2027. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih mencari titik keseimbangan antara membuka pintu investasi asing dan menjaga kesehatan pasar domestik.
UMKM di Persimpangan Jalan
Tidak bisa dipungkiri, UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana nasib UMKM setelah integrasi TikTok–Tokopedia?
Risiko paling nyata adalah tekanan harga. Dengan modal besar, TikTok berpotensi menerapkan strategi subsidi yang membuat produk UMKM kalah bersaing. Selain itu, algoritma platform bisa diarahkan untuk lebih mengutamakan produk dengan margin tinggi atau yang sesuai strategi bisnis induk. Jika ini terjadi, visibilitas produk lokal akan berkurang. Pada akhirnya, bukan hanya pangsa pasar yang terancam, tetapi juga keberlanjutan tenaga kerja di sektor digital.
Korelasi dengan Pemain Lain di Indonesia
Fenomena akuisisi ini tidak berdiri sendiri. Indonesia sebelumnya sudah menyaksikan merger Gojek–Tokopedia menjadi GoTo, yang kini menyumbang sekitar 2% PDB nasional. Bedanya, GoTo lahir dari kolaborasi perusahaan nasional, sementara TikTok–Tokopedia memperlihatkan dominasi investor global.
Selain itu, ada juga Shopee dan Lazada, yang sama-sama menjadi pemain asing dominan di pasar lokal. Kasus Temu di Tiongkok bahkan disebut lebih berbahaya karena menjual langsung dari pabrik ke konsumen, tanpa ruang bagi reseller atau UMKM. Dari contoh ini, jelas terlihat bahwa Indonesia perlu memperkuat tata kelola pasar digital agar tetap adil bagi semua pihak.
Arah Kebijakan Baru dan Peran Sigma
Pemerintah sudah menyiapkan aturan tambahan, salah satunya terkait pajak e-commerce. Marketplace diwajibkan memotong 0,5% omzet penjual UMKM untuk setoran pajak. Kebijakan ini diharapkan menekan praktik ekonomi bayangan sekaligus meningkatkan kepatuhan. Namun, jika tidak diimbangi dengan insentif, beban tambahan ini justru bisa melemahkan daya saing UMKM.
Di titik inilah, Sigma Research melihat pentingnya riset berbasis data. Melalui analisis sentimen konsumen, survei pasar UMKM, hingga pemetaan dampak regulasi, Sigma dapat membantu pemerintah, regulator, maupun pelaku usaha dalam memahami dinamika yang terjadi. Dengan pendekatan evidence-based, rekomendasi kebijakan bisa lebih tepat sasaran dan memastikan ekosistem digital tetap sehat serta inklusif.
Akuisisi TikTok atas Tokopedia memang membuka babak baru bagi e-commerce Indonesia. Namun, peluang besar ini tidak boleh mengorbankan keberlangsungan UMKM yang selama ini menjadi penopang ekonomi nasional. Regulasi ketat, pengawasan berkelanjutan, dan riset independen menjadi kunci agar transformasi digital tetap memberikan manfaat bagi semua.
Sigma berkomitmen hadir sebagai mitra strategis—bukan hanya bagi regulator, tapi juga bagi pelaku usaha—dengan menyediakan data, insight, dan strategi berbasis riset yang relevan dengan kebutuhan pasar lokal Indonesia. Chat Whatsapp Admin SRI untuk berdiskusi lebih lanjut perihal strategi bisnis e-commerce atau UMKM untuk menghadapi tren digital terbaru.